Semalam di Danau Kawutan Serunting

Fokus pada burung bangau di belakangnya saja.

SORE Itu, cuaca cerah di camping ground Ekowisata Serunting sontak terasa redup, meski mentari di ufuk barat belum beranjak ke peraduannya.

Kepak sayap lebih 2500 burung bangau putih yang melintas di atas tenda-tenda tempat kami bersiap menginap menyebabkan sinar matahari sedikit terhalang.

Satwa langka yang dilindungi undang-undang itu melayang dengan formasi lumayan rapat, top tree flight alias terbang hanya puluhan meter di atas kami berdiri takjub memandangnya.

Perlahan, kawanan Aves dari famili Ciconiidae itu mengurangi ketiggian jelajah sembari mengitari beberapa sisi danau, sebelum akhirnya hinggap menyebar di pepohonan dan belukar.

"Ini saatnya berkenalan lebih dekat. Ayo siapkan peralatan, kita berangkat," seru seorang travel guide yang disiapkan Dayung Serunting menemani kami.

Kami pun bergegas mengemasi perlengkapan pribadi dan memasukkannya ke dalam tenda, lalu mengenakan pelampung dan helm.

Tak begitu lama, kami sudah berada di atas empat perahu karet dan siap dengan dayung fiber masing-masing.

Sesi pengarungan menyusuri seluruh area Danau Kawutan Serunting yang ditunggu-tunggu selama inipun akhirnya dimulai.

Setiap perahu bermuatan enam orang plus seorang guide Dayung Serunting yang bertugas sebagai skeeper (juru mudi) perahu karet.

Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, kami sudah tiba di zona tengah danau seluas 33 hektar itu. Kami berunding sejenak untuk menentukan rute pengarungan terdekat yang memungkinkan menemukan posisi burung bangau terbanyak.

Salah satu guide menyarankan pengarungan berlanjut menyisir sisi Selatan hingga Timur danau, tepatnya mengarah dekat Siwak Lagan, area paling diperhitungkan menurut mitologi masyarakat setempat.

Walaupun sebagian dari kami kurang sependapat, tapi akhirnya saran tadi tetap diamini. Dan baru sekitar 10 menit berlalu, mendadak perahu leader (posisi paling depan) memberi aba-aba berhenti, segerombolan burung belibis muncul dari rawa bersemak lalu terbang berpencar.

Sebagian di antaranya, sekitar belasan ekor, justru kembali hinggap di atas air persis di samping perahu kami. Sepertinya, mereka bermaksud menyelidik siapa yang datang dan apa tujuannya.

Tak disangka, guide di perahu kami membuka sebuah bungkusan sedang yang sedari tadi diikatkan di pinggangnya. Segenggam ikan berukuran kecil dikeluarkan, dihamburkan ke arah kawanan belibis.

Kami pun diberi kesempatan memberi ransum perkenalan kepada aves bernama latin Dendrocydna itu.

Suara melengking mirip siulan bersahutan mengiringi aksi rebutan oleh-oleh tersebut. "Ayo lanjut didayung," ajak Sang Guide kepada kami beberapa menit kemudian.

Mempersiapkan perahu karet sebelum mengarungi Danau Kawutan Serunting.

Penyusuran sisi Selatan berlanjut hingga mengarah ke Siwak Lagan. Sepanjang pengarungan, beberapa kelompok kecil belibis ditemukan dan langsung dihadiahi pakan favorit mereka.

"Populasinya di sini tersisa sekitar 300-400 ekor lagi. Dulu sangat banyak, tapi sering diburu orang. Baru dalam setahun ini pemburu belibis dan bangau dihalau warga," ungkap salah satu guide.

Dengan formasi berjajar rapat, kami bisa leluasa mengobrol dengan rekan-rekan di perahu lainnya. Tak terasa, area dekat Siwak Lagan tuntas diarungi dan kami belum menemukan basis hinggap burung bangau yang menjadi target sebelumnya.

Ribuan bangau tadi rupanya sedang kongkow-kongkow di sisi Utara, pinggiran danau yang masih terdapat pohon rimbun dan beberapa bagian rawa dangkal.

Untuk membuat penghuni mayoritas di danau ini tetap tenang di tempat, kami mendayung sangat pelan dan merendahkan volume suara obrolan.

Ternyata bangau-bangau ini lebuh 'brutal' dari dugaan semula. Terbagi dalam kelompok-kelompok kecil, mereka terbang rendah mengitari kami, bahkan ada yang hampir hinggap di atas perahu.

Para wisatawan mengarungi Danau Kawutan Serunting.

"Itu maksudnya menagih tradisi, Biasanya memang sampai hinggap di perahu. Harus segera diberi makan supaya kuku-kukunya tidak menggores permukaan perahu atau penumpangnya yang gugup," kata salah satu guide sembari menghamburkan ikan-ikan kecil sisa jatah belibis tadi.

Keseruan saat berada di tengah kerumunan ribuan bangau yang sebelumnya hanya dikisahkan dalam dongeng, kini nyata.

Tapi sayang, kali ini belum bisa berlama-lama. Langit mulai gelap dan masih butuh sekitar 25 menit mendayung untuk mencapai dermaga tambat perahu di titik awal pengarungan.

Sebenarnya, ini adalah pengarungan kedua di hari yang sama, beberapa jam sebelumnya kami juga mendayung bareng di danau ini untuk memancing ikan yang bakal menambah keseruan santap malam di camping ground.

Tapi pengarungan kali pertama itu hanya sebentar, karena ikan hasil tangkapan dirasa sudah cukup banyak. Apalagi, panas terik Sang Surya membuat sebagian dari kami lebih memilih mandi dan rebahan di darat.


--------------------------------


Secara administratif, Danau Kawutan Serunting sepenuhnya berada dalam wilayah Desa Muara Danau, Kecamatan Seginim, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu.

Bagian daratan adalah wilayah Desa Babatan Ulu, Babatan Ilir, Kota Agung, Darat Sawah Ulu, Darat Sawah, dan Muara Danau sendiri.

Memandang makin kritisnya konservasi alam di seputar kawasan danau legendaris tersebut, AKBP Deddy Nata SIK (saat awal menjabat Kapolres Bengkulu Selatan) mencetuskan gagasan konsep ecotourism (ekowisata / wisata ekologi), agar sektor ekonomi kreatif dunia kepariwisataan bisa digarap sambil membenahi konservasi alamnya. 

Gagasan itu kemudian disambut IMO-Indonesia DPW Provinsi Bengkulu dan manajemen Kompolmas Media dengan membidani lahirnya Dayung Serunting, sebuah organisasi yang bergerak di bidang pembinaan SDM kepariwisataan dan penggalian potensi destinasi wisata.

Selain mengarungi danau, para wisatawan juga berkesempatan menginap di tenda-tenda yang telah disiapkan di camping ground.

Dayung Serunting kemudian mendorong terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Muarau Ghindu di Desa Muara Danau, dan keikutsertaan enam desa tetangga (Babatan Ulu, Babatan Ilir, Kota Agung, Darat Sawah Ulu, Darat Sawah, dan Padang Lebar) membentuk kawasan ekowisata terpadu bernama Ekowisata Serunting di bawah asuhan institusi kepolisian setempat.

Program gayung bersambut yang dimotori IMO-Indonesia, Kompolmas Media dan Dayung Serunting menjadi magnet tersendiri bagi keterlibatan sejumlah pihak dari luar daerah menggarap ekowisata tersebut.

Di antaranya adalah Perhimpunan Aranyacala Universitas Trisakti Jakarta, Riam Jeram Sukabumi, DPP IMO-Indonesia, Kadin Indonesia, Asati, dan beberapa lembaga negara berkompeten.

Kini, kawasan Ekowisata Serunting mencakup tujuh desa wisata sekitar danau dengan pusat kawasan terletak di Danau Kawutan Serunting.

IMO-Indonesia DPW Bengkulu, Kompolmas Media, dan Dayung Serunting berpandangan, Ekowsiata Serunting akan mampu disulap menjadi beranda unggulan Provinsi Bengkulu sebelum 2030 mendatang.


------------------------


Tadi sempat Ibu Kos singgung dikit soal Siwak Lagan, tapi kisahnya ntar dilanjutin di lain waktu aja... Maklum, nulis hal gituan malam-malam gini bisa bikin tetangga kesurupan, hihihihi...

Salam sehangat Djarum Super dari Ibu Kos, djarang di rumah suka plesir...



Komentar

Populer